Pertempuran Geopolitik Antara Indonesia vs China

Oleh M. Arief Pranoto*

Loading...

Jika dikaji dari perspektif geopolitik khususnya (teori) dimensi ruang, bahwa Meikarta dan/atau Reklamasi Pulau di Jakarta itu adalah bagian tindakan ekspansionis China melalui apa yang disebut dengan kebijakan “One Belt One Road (OBOR) One China”-nya Xi Jinping. Ya, OBOR One China.

Tak dapat disangkal, apabila OBOR (One Belt One Road/ satu ikatan dan satu jalan) dianalogikan sebagai sistem ekspansi secara nirmiliter (asimetris), maka peran Ahok dulu hanyalah person pada tataran metode dalam sistem kolonialisme (gaya baru).

Dengan demikian, kekalahan pada Pilkada DKI 2017 kemarin boleh diartikan sebagai “patah”-nya metode ekspasi pada skema OBOR dimaksud. Hal ini tentu menggoncangkan jajaran tertinggi manajemen daripada OBOR One China itu sendiri.

Kenapa? Betapa kebijakan Gubernur baru kelak belum tentu pro reklamasi. Apalagi hal itu tersurat dalam janji kampanye Anis-Sandi akan menolak reklamasi.

Maka perjuangan Xi Jinping untuk memuluskan OBOR-nya agar terus tertancap di Jakarta –pintu gerbang Indonesia– terpaksa digantikan oleh jajaran “man power (tenaga ahli)” dari sistem ekspansi melalui person-personnya.

Perlu dijelaskan sekilas, bahwa “man power” pada sebuah sistem adalah tingkatan/tahapan di atas metode. Artinya, jika tahap metode gagal maka perannya diambil alih langsung oleh jajaran “man power”. (Terdengar familiar? Siapa yang ngotot Reklamasi?)

Dari puzzle kegaduhan soal reklamasi tersebut, sesungguhnya sudah bisa dibaca, mana dan siapa para person dan kelompok yang duduk di tahapan “man power” dalam skema OBOR One Chinanya Xi Jinping.

Maka kesimpulan sementaranya, bahwa Meikarta dan Pulau Reklamasi adalah medan pertempuran geopolitik antara Indonesia melawan China.

Silahkan saudara-saudara memilih mana?

*Research Associate di Global Future Institute

Loading...

You May Also Like